Mulai 2020, Pemerintah Bertekad Manfaatkan Kelapa Sawit Jadi GreenFuel
Jakarta, MINA – Sebagai upaya menekan defisit anggaran akibat impor
bahan bakar minyak (BBM), pemerintah terus bertekad mempercepat
pemanfaatan minyak kelapa sawit dari B30 hingga GreenFuel (bahan ramah lingkungan) mulai tahun 2020.
“Program ke depan, selain jenis minyak nabati B30 atau fatty acid methyl ester
(FAME), pemerintah akan mendorong GreenFuel atau B100. Sifatnya dari
minyak nabati sama dengan bahan bakar minyak dari fosil,” ujar Andriah
Feby Misna, Direktur Bioenergi Kementerian Energi dan Sumber Daya
Mineral (ESDM) di Jakarta, Senin (9/12).
Namun ia mengatakan, pemanfaatan minyak kelapa sawit menjadi bahan bakar harganya lebih mahal dibandingkan minyak fosil.
“hanya saja harga produk ini belum ekonomis,” ujar Feby dalam diskusi
media Forum Merdeka Barat 9 (FMB 9) bertema “Diskriminasi Kelapa Sawit,
B30 Siap Meluncur” di Ruang Serba Guna Kemkominfo, Jakarta.
Menurut Andriah, hal ini sebagai jawaban adanya hambatan tarif dari
Uni Eropa maupun sejumlah negara lainnya maka Kementerian ESDM mendorong
GreenFuel untuk bahan bakar pembangkit listrik serta kebutuhan transportasi maupun industri domestik.
Berdasarkan Peraturan Menteri ESDM No. 12/2015, pada tahun 2020 akan
diimplementasikan B30 untuk seluruh sektor. Hal tersebut mengacu pada
evaluasi hasil Road Test B30.
Dari situ penerapan B30 diperkirakan akan meningkatkan kebutuhan
crude palm oil (CPO) kurang lebih 3 juta kilo/tahun lalu dari situ
lanjut penerapan B50, kesiapan feedstock, infrastruktur dan fasilitas
pendukung lainnya. Andriah menerangkan setelah implementasi B30 lalu ke
B50, pemerintah mulai mengembangkan Green Fuel berbasis CPO mulai tahun
2019 melalui kilang milik PT Pertamina baik secara coprocessing maupun
stand alone Refiniring Unit.
“Diperkirakan pada tahun 2023 kebutuhan CPO untuk Green Fuel akan mencapai 4,9 juta KL/tahun,” jelasnya.
Adapun untuk meningkatkan penyerapan sawit rakyat sekaligus
meningkatkan bauran Energi Baru Terbarukan (EBT), pemerintah bersama
dengan pihak terkait mendorong pengembangan pembangkit listrik CPO yang
difokuskan pada perkebunan milik rakyat.
Berdasarkan pemantauan dari Kementerian ESDM, pemakaian bahan bakar
nabati diharapkan mampu menurunkan kadar Gas Rumah Kaca (GRK) sesuai
dengan Rencana Aksi Nasional Perkebunan Kelapa Sawit (RAN-PKS).
Tercatat, pemakaian B30 sejak tahun 2018 sebanyak 3,75 KL bisa
membawa dampak penurunan emisi hingga lima juta ton CO2 atau setara 20
ribu bus kecil. Adapun dengan menggunakan B30 pada 2019 sebanyak 6,2
juta KL akan bisa menurunkan emisi sebanyak 9,1 juta ton CO2 atau setara
35.908 bus kecil.
Sementara, pemanfaatan B30 sebanyak 9,6 juta KL bisa menekan emisi
gas buang sekitar 14,25 juta ton CO2 atau setara 52 ribu bus kecil.
(L/Sj/RS3)
( Sumber : minanews.net )
EmoticonEmoticon